Manfaat Asuransi dan Investasi
Hari ini ayah tepat berusia 70 tahun. Usia yang cukup panjang. Melebihi usia Nabi ketika wafat.
Ayah jarang menangis. Setahu saya hanya dua kali. Pertama, ketika ingin
menikahkan anak bungsunya.
Ayah menangis. Dia merasa
bersalah sebab tidak memiliki uang lagi untuk biaya pernikahan anak
bungsunya. Bisnisnya merosot dan terpaksa dijual.
Bisa jadi karena tidak
satupun anaknya yang mau melanjutkan. Bersama dengan kakak tertua, saya
jelaskan bahwa pembiayaan pernikahan itu menjadi tanggung jawab kami
bersama.
Kali kedua ketika beliau mesti dioperasi paru paru. Meski tidak merokok,
beliau kerap tidur larut yang ternyata kurang baik bagi paru-parunya.
Beliau menangis stress bukan karena penyakitnya. Tetapi, seperti Anda
bisa duga, karena sedih tidak bisa membiayai sendiri.
Alhamdulillah operasi berlangsung lancar. Kondisi kesehatan ayah terus
membaik. Kadang kala beliau menanyakan berapa yang kami keluarkan untuk
biaya operasinya dahulu. Kami tidak pernah memberi tahu. Hanya meminta
beliau terus mendoakan kami, para anak dan cucunya.
Saya yakin penuturan seperti ini kerap dijumpai.
Boleh dibilang terkait orang tua, ada khabar baik dan ada khabar buruk.
Kabar baiknya, umur mereka lebih panjang. Ini berkat dukungan gizi,
perbaikan lingkungan dan perawatan kesehatan. Mertua saya, misalnya,
berusia 83 tahun. Tetap sehat. Setiap hari selalu berusaha sholat di
Masjid. Tidur lebih awal. Bangun dini hari, untuk sholat malam, mengaji
dan menunaikan sholat Subuh di Masjid.
Namun ada khabar buruk. Kebanyakan mereka tidak memiliki dukungan asuransi kesehatan dan dana pensiun.
Saya yakin kelompok itu akan sangat banyak. Sebab seperti Amerika
Serikat, Indonesia juga mengalami fenomena baby boomer. Yakni, lonjakan
kelahiran bayi setelah berakhirnya Perang Dunia II. Di Amerika Serikat,
kelompok boomer ini ditaksir meliputi 21% penduduk. Sudah banyak yang
mulai memasuki usia pensiun.
Fenomana menanggung biaya pensiun ini yang
sebetulnya bakal memperberat perusahaan, negara bagian dan pemerintah
AS. Ingat perusahaan mobil GM yang mesti diambil alih oleh pemerintah.
Bukan cuma karena kalah bersaing dengan produsen dari Jepang dan Korea.
Namun karena tagihan pensiun. Demikian juga yang dialami oleh negara
bagian California yang menanggung beban dana pensiun yang berat.
Ibu saya termasuk baby boomer, lahir tahun 1945. Beliau sudah memasuki
usia pensiun beberapa tahun yang lalu. Beliau cukup beruntung, pensiunan
sebagai pegawai negeri yang punya dana pensiun dan askes.
Belajar dari pengalaman orang tua, kami suami istri berkomitmen untuk
mempersiapkan pensiun lebih baik. Kami mesti punya program asuransi
kesehatan.
Kiranya awareness asuransi dan mempersiapkan pensiun serupa ini ada dibawah sadar banyak orang yang saat ini memimpin keluarga.
Kesadaran investasi juga terbentuk bila melihat kebutuhan dana
pendidikan untuk anak-anak yang terus meningkat. Ayah saya selalu
menanamkan keyakinan bahwa pendidikan merupakan faktor penting merubah
nasib. Alhamdulillah, berkat doa orang tua dan kerja keras, saya
mendapat beasiswa untuk kuliah di FEUI dan National University of
Singapore.
Mencermati sengitnya kompetisi global, kami suami istri merencanakan
agar anak-anak kami dapat kuliah di luar negeri. Agar lebih membuka
wawasan, memperluas pergaulan, menimba keahlian praktis, termasuk bahasa
asing, disamping kemandirian. Memang pendidikan saja tidak cukup, mesti
punya nyali hidup. Sedari dini kami menanamkan semangat wirausaha
kepada anak-anak.
Peluang karier di bisnis asuransi dan pengelola keuangan jelas terbuka.
Apalagi saat ini sudah banyak “underlying asset” mulai dari obligasi
negara, obligasi korporasi, saham dan reksadana. Semua kelompok asset
ini berpotensi menggantikan peran deposito yang keuntungannya cenderung
kurang kompetitif.
Sebagai fund manager, kami turut menikmati fenomena ini. Pasalnya, mitra
perusahaan asuransi yang mempercayakan pengelolaan dana, berbasis
individual yang potensinya sangat besar. Namun berperilaku seperti
investor institusi yang memiliki time horizon investasi panjang. Tidak
seperti investor retail kebanyakan yang terkenal dengan jurus JIBUR,
jigo naik kabur, jigo turun kabur:)
Sekarang, mari lebih sistematik. Mari definisikan market as people which has willingness and ability to buy.
People jelas mengacu kepada potensi demografi, terutama kelompok
produktif yang ingin mempertahankan daya beli dan pola pengeluaran
ketika mereka sudah tidak ingin atau tidak bisa bekerja.
Willingness dibentuk oleh pengalaman, terutama yang traumatik, agar seseorang mempersiapkan diri terhadap peristiwa yang merugikan kehidupannya.
Willingness dibentuk oleh pengalaman, terutama yang traumatik, agar seseorang mempersiapkan diri terhadap peristiwa yang merugikan kehidupannya.
Ability, secara potensi sangat besar. Selain karena pertumbuhan ekonomi,
perseorangan memiliki potensi daya beli berupa deposito yang sangat
besar. Berdasarkan data BI, saldo deposito rupiah milik perorangan per
November 2011 mencapai Rp585 triliun. Keinginan melakukan diversifikasi
keuangan sangat besar. Studi rutin yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
sekuritas mengindikasikan penduduk di luar Jawa akan Spend More and
Save More.
Peningkatan kemakmuran akan mendorong pola konsumsi dari kebutuhan pokok
menuju kebutuhan tersier. Orang mau beli asuransi karena punya uang
lebih. Ada pepatah: Dulu tidak ada asuransi yang dibeli, tetapi yang
bisa terjual.
Sekarang beda. Dengan potensi market diatas, saya sangat yakin menjual
asuransi dan investasi akan lebih gampang dibanding, misalnya, sepuluh
tahun yang lalu.
Yang mesti dilakukan adalah edukasi investasi yang terus menerus. Kita
mesti membimbing anggota masyarakat untuk berinvestasi dengan benar tepat dan menguntungkan.
Sebagai tahap awal, selain membeli polis asuransi kesehatan, bisa juga
membeli unit-linked yang merupakan kombinasi antara asuransi dan
investasi.
As always, saya selalu berusia mengerjakan apa yang dikatakan.
Alhamdulillah, sejak awal 2012 ini, istri saya Adelina terbuka
kesadarannya untuk menjadi agen asuransi.
Adelina, selamat berjuang memberikan solusi investasi dan asuransi
terbaik bagi begitu banyak masyarakat Indonesia yang ingin tetap
sejahtera di masa yang akan datang.
Reff Kompasiana
No comments:
Post a Comment